Langsung ke konten utama

SETELAH SEKIAN LAMA~

Assalamu'alaikum...

     *Beberes blog, ganti lay out, ganti image, ganti bahasa, ganti topik, ganti hati, lebih pencitraan, ganti gebetan (?)* *Gebetan siape neng? Gebetan temen?*

     Hahaha... Jaman sekarang itu baru musim nikung temen. Eh, jadi lupa kan. Sekedar memberi kabar aja, setelah beberapa tahun ini ngga nge-post lagi karena menjadi mahasiswa sok sibuk, sibuk mencari ilmu dan mencari jodoh *that's the point, yang hurufnya di-bold :v*, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, birul walidain *yang ngga ngerti artinya, sama kok sama berbakti kepada orang tua*, dan berbakti kepada dosen, mengumpulkan tugas tepat waktu dan belajar buat nolong teman-teman yang sedang kesusahan.


     Gue kembali mendapat kesempatan waktu buat posting di sini lagi. Sekarang ini, gue sudah menjelma dari sosok ababil yang merindukan gebetan bagai pungguk merindukan bulan menjadi seorang... seorang... katakanlah wanita yang lebih realistis akan sebuah kehidupan percintaan, yang dari anak SMA absurd, menjadi seorang mahasiswi tingkat akhir yang berjuang lulus dengan predikat cumlaude. Dari anak ingusan belasan tahun, menjadi anak tua yang kepalanya sudah 2, alias sudah umur 21, tahun ini. Hiks... Tapi, banyaknya umur ngga selalu menjamin kedewasaan seseorang. Gue yang udah umur segitu, gue pun masih labil. Kadang gue bisa menyikapi masalah dengan tenang, dengan santai, ehm, dengan dewasa. Kadang gue juga masih memandang suatu permasalahan yang sebenarnya kecil, menjadi sesuatu yang sangat besar. I think, sesuatu yang kecil-kecil itu bisa menjadi sesuatu yang sangat besar. Tapi, kehidupan masih berlangsung, selama gue masih diberikan kesempatan Allah swt. untuk merubah diri gue menjadi baik, gue akan berusaha menjadi seorang yang lebih lebih lebih baik lagi. Yah, beda ya postingannya sama yang kemarin-kemarin. Yang dulu-dulu gue posting begitu karena ngebet banget pengen jadi penulis komedi. Sekarang sih lebih realistis aja. Sudah tua juga, ntar susah lagi dapet jodoh. Hahaha...

     Next.

     Nah, berhubungan dengan umur, entah mengapa, gue ngga pernah sadar kalo gue ini udah umur 21. Beberapa waktu yang lalu, gue tersadarkan bahwa gue sudah bukan anak ingusan lagi, umur gue udah ngga belasan tahun lagi, tapi udah mulai puluhan tahun. Kejadian itu bermula ketika Ibu gue ngingetin adek gue buat rekam e-KTP. Yap, adek gue yang pertama ini, tahun ini dia umurnya udah 17 tahun, dan sebagai kakak perempuannya, gue ngerasa kalah. Kenapa begitu? Karena adek gue ini juga seorang perempuan, dan dia ini anak gaul masa kini baget, dan yang paling bikin kaget, dia udah punya pacar. Alig.... alig. Gue, di umur segitu, pacaran sih, cuman ngga pegangan tangan, ngga boncengan, dan cuman 3 minggu. Ya, karena ceritanya panjang, gue males nyeritainnya. Hahaha... Eh, dianya, posting foto sama pacarnya di instagram di umurnya yang masih 14 tahun. Lah gue, umur 14 tahun gue masih maen pesbuk, itupun maen Pet Society. Yah, wajar aja sih, teknologi semakin berkembang.

     Banyak banget kejadian-kejadian dalam hidup gue di beberapa tahun belakangan ini. Gue banyak belajar akan kepahitan sebuah hidup. Eh, hidup itu sebenarnya ngga pait, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Hidup itu seperti minum kopi. Kalau kebanyakan kopinya, ya terasa paitnya. Kalo kebanyakan manisnya, rasa pait kopinya ngga kerasa, dan mungkin malah menjadikan penyakit ke diri kita. Kalo kebanyakan airnya, namanya ngga kopi lagi, tapi air rasa kopi.  Kopi akan terasa enak ketika campuran antara kopi, air, dan gulanya seimbang. Gue banyak belajar bahwa hidup kita ini sebenarnya sudah diatur sama Allah, tergantung aja sih sama kita mau menerima yang baik atau yang buruk.

     Sebenarnya, ada rasa penyesalan juga dalam diri gue atas beberapa kejadian yang telah menimpa gue di beberapa tahun terakhir ini. Tapi, apapun yang terjadi, tidak boleh ada rasa penyesalan, karena ya begitu, memang itu takdir kita. Terus kita mau menyalahkan siapa? Mau menyalahkan Allah? Kurang ajar lah kita kalau mau menyalahkan Allah swt. Kita diberi hidup, diberi tangan, kaki, mata, seluruh anggota tubuh yang sempurna, diberi oksigen, gratis lagi, tanpa dipungut biaya apapun, pajakpun sudah ditanggung sama Sang Pemberi. Hayoo loh.. Mau protes gimana lagi.

     Just sharing aja, gue beberapa waktu yang lalu, hampir seminggu kemarin gue nangis terus, karena apa, ya karena 'ujian' itu. Gue seperti itu karena gue ngerasa, pelan-pelan, gue akan kehilangan sahabat gue. Ya, gue memang orangnya begitu, so dramatic. But, asal kalian tahu, ternyata ada yang menganggap bahwa perilaku gue begitu adalah wajar, dan kebetulan juga ada orang yang berperilaku begitu juga, sama kaya gue. Orang itu adalah guru gue. Katakanlah, beliau Ayah gue. Beliau yang selama 5 tahun terakhir ini yang buat gue berusaha bangkit, beliau yang nguatin gue. Tapi, ketika gue bilang begitu, respon beliau adalah "Semua yang datang pada hidupmu itu, Allah yang memberinya. Saya disini, ada buat kamu itu karena Allah."

     Dan satu hal yang selalu gue inget,
"Allah yang mempertemukan seorang manusia dengan manusia lain, Allah juga yang memisahkan seorang manusia dengan manusia lain"
itu ngga akan gue lupakan. Ketika gue inget itu, rasa sakit gue perlahan menghilang. Jujur, gue sekarang ngga peduli lagi gimana kedepannya nanti, apakah persahabatan gue akan bertahan sampai entah kapan, atau gue dipertemukan oleh sahabat yang lain, gue pun ngga bisa berharap lebih. Eh, aduh, kenapa jadi sedih begini ya... Tapi ngga papa ya... Biar gue lebih tenang ajasih. For your info, gue ini orangnya terlalu apatis, sama siapapun. Tapi sekarang ini sudah berkurang sih, karena kejadian itu. Gue sekarang tidak menganggap bahwa gue harus mencari teman-teman yang baik, atau katakanlah sempurna, karena semua orang yang terlihat ngga sempurna, ternyata kita bisa ambil pelajaran dari kehidupan yang mereka jalani. Gue inget perjanjian gue sama temen-temen gue,
"Kita kalo bertemen jangan egois, apapun itu harus kita share, kita bagi. Apapun itu. Jangan sampai kita buat temen kita sendiri jatuh, tersungkur."
     Gue tau gimana rasa sakitnya dapet image jelek dari orang lain, padahal bukan kita yang melakukan kesalahan itu, tapi orang lain. Entah sih, gue aja yang terlalu lebay dalam menghadapi perilaku mereka atau memang kebenarannya begitu. Sampai gue pun su'udzon sama sahabat gue sendiri. Gue tau, dia berada pada tempat 'terbaik' dan gue yang berada di tempat 'buruk' itu. Oh ya, FYI aja sih, gue satu kampus, satu fakultas, satu prodi, tapi beda kelas sama sahabat gue. I think, gue aja yang lebay sih kalo ini. Dan pada waktu itu, gue sampai berfikir bahwa gue ngga papa kok kalo KKN ngga satu kelompok sama dia, bahkan gue ngga papa kok kalo ngga lulus bareng dia, toh rencana kita saat lulus gue pun ngga tau itu bisa jalan ato ngga. Lagi, gue sama dia punya wish, kalo kita lulus, kita ketemu Ayah masih pake toga komplit, bawa sertifikat + selempang Cumlaude. Gue pun serasa udah ngga memperdulikan itu lagi. Bahkan impian kita buat punya rumah sampingan, gue pun udah ngga berharap.

     Gue berfikir demikian karena gue melihat situasi yang ada sekarang ini ngga memungkinkan. Sama sekali ngga memungkinkan. Dari hubungannya dengan teman-teman sekelasnya. Actually, gue mikir, dia akan menghabiskan waktu dengan temannya buat foto-foto atau melepas teman-temannya, sedangkan kalo gue, gue akan selalu berada di sampingnya. But, honestly, hal seperti itu, jika benar terjadi, gue akan ngerasa sakit, banget. Ya begitulah gue. Dan hubungan baru yang sedang dia jalani, call it, calonnya, I think, hubungannya nanti kelak menikah, ngga akan memungkinkan kalo gue bisa ada terus buat dia. Ya, gue bernegatif thinking, hanya karena satu kalimat, "Udah nikah kok masih diajak main.." Just it. Gue pun jadi berfikir, gimana ketika kita nanti kumpul lagi dengan Ayah. Gue ngga bisa ekspek besar.

     If you read this, you can do what you want to do to me. All. Saya akan menerima semuanya. Jika kamu tanya, kenapa kamu ngga ngomong langsung. Apa dayaku yang penakut ini, saya takut menerima jawaban itu lagi, "Apa yang salah dari teman-temanku?!" Saya tahu, tidak ada yang salah di sini, hanya saya yang salah. Kenapa kemarin pertanyaanmu tentang perilaku saya yang seperti itu, saya jawab dengan, "Semua itu saya yang salah." Saya yang salah, karena ekspektasi saya yang terlalu tinggi, yang selalu menuntut semua ekspektasi saya harus terjadi. Saya tau, semua yang terjadi ini adalah karena kehendak Allah. So, I just trying to be realistic.

     Aduh, kenapa isinya jadi baper begini. Padahal tadi mau nulis tentang pengalaman semasa kuliah. Eh, itu juga pengalaman pas kuliah. Hehehe... Tapi, yang saya tekankan di sini itu, buat temen-temen, jangan takut buat berharap, karena harapan itu yang menghidupkan semuanya. Ketika harapan mati, jangan memikirkan bagaimana caranya untuk menghidupkan yang mati itu, tapi bagaimana caranya menumbuhkan yang baru. Ibarat menanam pohon, ketika pohon yang ditanam sudah mati, kitapun tidak bisa berlaku apa-apa dengan yang sudah mati itu, tapi cobalah menanam yang baru, jika masih mati, lakukan hal yang sama, bisa jadi 2 atau 3 kali menanam saja, sudah bisa tumbuh besar. Tapi ada kemungkinan juga harus menanam hingga ratusan kali, baru bisa tumbuh dengan baik. Sekarang ini saya sudah punya 'pohon' baru. Harapan baru dalam menjalani hidup. Selama Allah bersama saya, insyaa Allah semua akan menjadi sempurna, menjadi sebuah pohon yang sangat besar, bahkan akan tumbuh pohon emas.

     Sekian postingan dari gue, seperti yang udah gue tulis di atas, gue di sini lebih pencitraan, karena gue udah lupa gimana nulis yang baik dan ngelawak yang baik di postingan. See you next post. Oh ya, gue berencana buat posting saat Ramadhan dan Lebaran. Asik kali ya.. Hahahaha...

Wassalamu'alaikum...

Dariku, seorang hamba yang selalu mencoba istiqomah dan berjuang di jalannya~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bersyukur Yuk...

   Assalamu'alaikum.    Alhamdulillah, baru dapet signal lagi setelah berbulan-bulan mencarinya dengan susah payah. Sebenernya udah dapet sih, tapi cuma bisa buat log in socmed aja, dan belum ada signal buat nulis lagi.    Hehe.    Nah, kali ini gue pengen bahas tentang bersyukur. Alhamdulillah, akhir-akhir ini kata "Alhamdulillah" sering gue ucapkan. Rasa syukur itu rasanya luar binasa, eh, biasa. Rasanya itu seperti..............bersyukur. Iya, bersyukur. Alhamdulillah.

Ketika Hati Berbicara

     Assalamu'alaikum.      Alhamdulillah Wa Syukurillah, akhirnya saya diijinkan lagi buat posting. :D      Aduh, maap, maap. Bahasanya terlalu formal. Oke, di ganti. *berubah dulu*      Yah, Alhamdulillah, gue bisa posting lagi disini. Setelah kurang lebih setengah taun ngga nulis lagi. Gue vacuum dulu buat beberapa bulan terakhir. Selain konsen ujian, gue juga konsen ujian. Eh, kok sama aja ya....ehm, pokoknya gitu deh. Ujian kan banyak macamnya. Ujian sekolah, ujian PTN, ujian hidup, sampe ujian hati. Eh, ngomong-ngomong soal hati, pas banget nih sama judulnya, nyangkut-nyangkut hati.      Gue disini pengen melampiaskan hasrat menulis sama sekalian curhat. Ngga papa ya...Membahagiakan jomblo itu dapet pahala. *modus* ^^v

SENDIRI~ 😁

     Assalamu'alaikum.       Yah, baru bisa apdet lagi setelah teranggurkan sekian lama. *hiks* Tapi alhamdulillah, blog ini ngga kotor-kotor banget, alias ada sarang laba-labanya. hehehe. :)      Alhamdulillah, Allah masih sayang sama saya. Allah memberikan saya sebuah cobaan yang luaaaarrrrr biasa dahsyatnya. Eh, kok saya-saya-an ya... ganti gue aja deh, biar gaul. 😁      Gue dapet cobaan yang super-duper subhanallah wal hamdulillah. Awalnya sih emang sakiiiit bgt, sampe gue sendiri ngga bisa nerima itu. Tapi, tetep ngga baik kalo kufur sama cobaan, menghindari cobaan itu.      Ini rasanya lebih sakit dari ditolak gebetan, diputusin pacar ataupun ditinggal nikah. Gue baru aja kehilangan sosok 'pendamping', yang setiap hari nemenin gue, kasih nasihat, memperingati gue, mengarahkan gue, dan lain sejenisnya. Setelah itu, gue dapet kabar kalo sahabat gue yang udah gue anggap saudara gue...